Sabtu, 11 Juni 2011

uji kelarutan minyak dan ekstraksi karagenan


LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOKIMIA
EKSTRAKSI KARAGENAN DAN UJI LEMAK/MINYAK












Disusun oleh
DANAR PRASETYO UTOMO
26020110141024




PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sumber daya laut yang dimiliki Indonesia sebagai sebuah negara dengan wilayah laut yang cukup luas sangatlah besar. Salah satu sumber daya laut yang melimpah ialah dari sektor rumput laut. Hingga saat ini pun banyak industri yang memanfaatkan ekstrak rumput laut sebagi campuran dalam pengolahan berbagai macam produk. Misalnya dalam produk kecantikan, sampo, pupuk, hingga dalam industri pengolahan bahan pangan.
Rumput laut memiliki beraneka ragam jenis. Diantaranya ialah ganggang merah (Rhodophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang hijau biru (Cyanophyceae), dan ganggang coklat (Phaeophyceae). Namun dari berbagai jenis tersebut yang paling banyak dimanfaatkan ialah jenis rumput laut dari golongan ganggang merah (Rhodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae).
Contoh kandungan zat yang terdapat pada rumput laut ialah agar-agar, karaginan, dan alginate. Dalam percobaan yang telah dilakukan, sample yang digunakan adalah spesies rumput laut Eucheuma sp. Yang tergolong dalam jenis ganggang merah (Rhodophyceae).
1.2. Tujuan
Mengisolasi karagenan dari rumput laut








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.                   Tinjauan Pustaka Karagenan
1.1. Rumput Laut
Rumput laut merupakan bagian terbesar dari tumbuhan laut. Rumput laut terdiri atas tiga kelas yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Phaeophyceae (ganggang coklat), dan Rhodophyceae (ganggang merah). Ketiga kelas ganggang tersebut merupakan sumber produk bahan alam hayati lautan yang sangat potensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah maupun bahan hasil olahan.(Aslan, 1998).
Rumput laut Eucheuma spinosum pertama kali dipublikasikan pada tahun 1768 oleh Burman dengan nama Fucus denticulatus Burma, kemudian pada tahun 1822 C. Agardh memperkenalkannya dengan nama Sphaerococus isiformis C. Agardh, selanjutnya pada tahun 1847 J. Agardh memperkenalkannya dengan nama Eucheuma J. Agardh. Dalam beberapa pustaka ditemukan bahwa Eucheuma spinosum dan Eucheuma muricatum adalah nama untuk satu spesies gangang. Dalam dunia perdagangan Eucheuma spinosum lebih dikenal dari pada Eucheuma muricatum.(Istiani dkk., 1985).
Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan untuk menentukan divisi dan mencirikan kemungkinan filoginetik antara kelas secara khas digunakan komposisi plastida, pigmen, struktur karbohidrat dan komposisi dinding sel.
Gulma laut atau rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Istilah rumput laut  rancu secara botani karena dipakai untuk dua kelompok  tumbuhan  yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, istilah rumput laut dipakai untuk menyebut  baik gulma laut dan lamun. Yang dimaksud sebagai gulma laut adalah anggota dari kelompok vegetasi yang dikenal sebagai alga (ganggang). Sumber daya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Gulma laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati.
Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis gulma laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis gulma laut yang banyak dibudidayakan di antaranya adalah Euchema cottonii dan Gracilaria spp. Beberapa daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya gulma laut ini di antaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Secara botani, yang dimaksud sebagai rumput laut adalah lamun, sekelompok tumbuhan sejati anggota kelompok monokotil yang telah beradaptasi dengan air laut, bahkan tergantung pada lingkungan ini. Lamun kurang berarti secara ekonomi bagi manusia, tetapi padang lamun menjadi tempat hidup yang disukai berbagai penghuni perairan laut dangkal di daerah tropika.

1.1.1.      Morfologi

Dari segi morfologi rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang, dan daun. Bentuk tersebut adalah thalus belaka. Bentuk thalus belaka. Bentuk thalus rumput laut bermacam-macam, antara lain bulat, pipih, gepeng dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya. Berdasarkan jumlah sel yang menyusunnya alga ini ada yang tersusun uniseluler (satu sel) atau multiseluler (banyak sel). Pada makro alga, jenis percabangan antara lain adalah pectinate (berderet searah pada thalus utama), pinnate (bercabag dua-dua sepanjang thalus utama secara berselang selang), ferticilate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama) dan ada juga yang sederhana, tidak bercabang. Sifat substansi thalus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras mengandung atau diliputi zat kapur (calcerous), dan sebagainya. Untuk marga eucheuma thalusnya adalah bulat silinder atau gepeng, bercabang berselang tidak teratur, di atau tikotomous.(DKP Banten, 2007).
1.1.2.      Klasifikasi

Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Sub kelas: Florideophycidae
Bangsa: Gigantinales
Suku: Solieraceae
Marga: Eucheuma
Jenis: Eucheuma sp
(Atmaja dkk., 1996)

1.1.3.      Komposisi Kimia

Kandungan kimia dari rumput laut Eucheuma spinosum adalah Iota keraginan (65%), protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, air dan abu. Iota keraginan merupakan polisakarida tersulfatkan dimana kandungan ester sulfatnya adalah 28-35%. Komposisi kimia yang dimiliki rumput laut Eucheuma spinosum dapat dilihat pada.
Komposisi kimia rumput laut jenis Eucheuma spinosum




Komponen Kimia
Komposisi
Kadar Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat kasar
Abu
Mineral
Ca
Fe
Cu
Pb
Vit B1 (Thiamin)
Vit B2 (Ribolavin)
Vit C
21,90 %
5,12 %
0,13 %
13,38 %
1,39 %
14,21 %
52,85 ppm
0,180 ppm
0,768 ppm
-
0,21 mg/100 g
2,26 mg/100 g
43 mg/100 g
65,75 %

(Atmaja dkk, 1996)

1.1.4.      Siklus hidup dan reproduksi

Rhodopyceae dapat melakukan reproduksi secara vegetative, yaitu dengan fragmentasi talusnya. Akan tetapi cara demikian ini hanya terdapat pada beberapa jenis tertentu saja. Rhodopyceae membentuk satu atau beberapa macam spora yang tidak berflagel yaitu karpospora, spora netral, monospora, bispora, tetraspora, atau polispora.(Taylor,1960).
Karpospora adalah spora yang terbentuk secara seksual, spora ini terbentuk secara langsung atau tidak langsung dari zigot. Spora-spora lainnya adalah spora aseksual. Spora netral adalah spora yang terbentuk langsung dari sel vegetative yang mengalami metamorfosa. Monospora adalah spora yang terbentuk dalam sporangium yang hanya menghasilkan satu spora saja.(Taylor, 1960).
Menurut Romimohtarto (2001) reproduksi gametik pada Rhodopyceae berbeda dengan golongan alga lainnya dan untuk struktur yang berkaitan dengan reproduksi ini, mempunyai erminology tersendiri. Alat kelamin jantan disebut spermatangium, sel kelamin jantan tidak berflagella disebut spermatium, dalam satu spermatangium hanya dibentuk satu spermatium saja. Alat kelamin betina disebut karpogonium yang terdiri dari satu sel yang di bagian ujung distalnya terdapat tonjolan yang disebut trikhogin, inti terdapat di bagian dasar dari karpogonium. Spermatium yang dibebaskan dari spermatangium terbawa gerakan air sampai trikhogin. Pada tempat menempelnya spermatium terbentuklah lubang kecil sehingga inti dari spermatium dapat masuk ke dalam trikhogin dan berimigrasi ke bagian dasar dari karpogium di mana inti karpogium berada. Kedua inti bersatu dan terbentuklah zygot. Rhodophyceae yang tinggi tingkatannya mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan yang bifasik dan trifasik.

1.2. Karagenan

Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi. Karagenan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga merah dan penting untuk pangan. (Glicksman 1983).
Karagenan berdasarkan kandungan sulfatnya menjadi dua fraksi yaitu kappa karagenan yang mengandung sulfat kurang dari 28 % dan iota karaginan jika lebih dari 30 %.(Doty, 1987).
Winarno (1996) menyatakan bahwa kappa karagenan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, iota karagenan dihasilkan dari Eucheuma spinosum, sedangkan lambda karagenan dari Chondrus crispus, selanjutmya membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan lambda karagenan.
Kappa karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan α(1,4)-3,6- anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah. (Winarno, 1996).
Iota karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-Dgalaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti kappa karagenan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali.(Winarno, 1996).
Lambda karagenan berbeda dengan kappa dan iota karagenan, karena memiliki residu disulpat α(1-4) D-galaktosa, sedangkan kappa dan iota karagenan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester.(Winarno, 1996).

1.2.1.      Struktur kimia karagenan

Menurut Imeson (2000), karagenan merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-(1,3) dan β-(1,4). Struktur kimia karagenan disajikan pada Gambar 1. Gugus molekul yang diberi lingkaran merah merupakan gugus 3,6-anhidrogalaktosa sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran merah adalah gugus galaktosa.
Kappa karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% ester sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua jenis karagenan lainnya. Iota karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa. Lambda karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-2-sulfat dan β-(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6- anhidrogalaktosa (Imeson, 2000). Selain ketiga jenis tipe karagenan tersebut, terdapat pula dua jenis tipe karagenan lain yaitu, mu (μ) dan nu (ν) karagenan.




1.2.2.      Biosintesa Karagenan
Species Eucheuma nampak di area pantai Asia Tenggara dan pantai Afrika Timur . Eucheuman diekstrak dari kedua kelompok rumput laut tersebut. Hasilnya dikenal sebagai agaroid. Bahan mentahnya sering digunakan sebagai bahan tambahan dari bahan mentah agar atau untuk produksi karagenan. Pada suatu konteks penggunaan “eucheuman” terdapat kesalahan antara agar dan karagenan. Dalam penerapannya terutama kandungan media air dan “jelly” pada dunia obat-obatan, industri kosmetika dan teknologi pangan. Akhir-akhir ini sejumlah Eucheuma telah banyak diteliti agar supaya ditemukan bahan mentah baru karena peningkatan pasar akan karagenan. Cheyney dan Dawes melaporkan tentang studi ekologis dari Eucheuma disepanjang pantai Florida terutama Eucheuma nudum.
Lima buah bentuk karaganenan yang telah diketahui adalah kappa-, lambda-, my-, ypsilon- dan jota-karagenan. Bentuk-bentuk ini berbeda dalam tingkat kandungan sulfatnya dan rasio galaktosa terhadap 3,6-anhydrolactose, namun begitu juga berbeda pada pemantaannya secara fisik. Bentuk dari perairan Pasifik adalah E. cottonii, E. procrusteanum, E. serra, E. spinosum, E. striatum yang mengandung kappa-karagenan murni. Sedangkan E. odontophorum mengandung campuran dari kappa- dan jota-karagenan. Jenis E. uncinatum mengandung persilangan bentuk dari jota dan ypsilon-karagenan. E. gelidium, E. isiforme, E. nudum dari perairan Karabia mengandung sebuah bentuk deviant dari jota-karagenan.
Menurut Dawes et al., telah melaporkan tentang studi fisiologis dan bio-kimiawi pada jota-karagenan yang diproduksi Eucheuma uncinatum dari Teluk California. Ciri khas jota-karagenan dari rumput laut ini berbeda dari “deviant” jota-karagenan yang ditemukan dalam E. isiforme, E. nudum, E. gelidium dan E. acanthocladum yang berasal dari Florida dimana kandungan tingkat sulfatnya lebih rendah.
Hasil kandungan karagenan dari species Eucheuma yang berasal dari Tanzania telah dideterminasi oleh Mshigeni dan Semesi. E. spinosum mengandung kurang lebih 72,8 % dengan puncak absorpsi (pa) pada jota-karagenan. E. striatum kurang lebih 69 % dengan pa pada kappa-karagenan. E. platycladum kurang lebih 65 % dengan pa pada jota-karagenan. E. okamurai kurang lebih 58 % dengan pa pada kappa-karagenan dan E. speciosum f. mauritianum 54 % dengan pa pada jota-karagenan. Beberapa species Eucheuma telah dibudidaya karena permintaan akan karagenan yang meningkat. Dalam tahun 1968 pada the 13th Session of the Indo-Pacific Fisheries Council permasalahan budidaya E. muricatum (=E. spinosum) dan E. edule telah dibahas.
Percobaan pertama telah memberikan hasil yang nyata. Doty dan Alvares melaporkan tentang produktifitas budidaya Eucheuma. Hasil anhydrous bersih dari E. edule mengandung kurang lebih 50 % kappa-karagenan. Di Filipina terdapat kurang lebih 700 buah area budidaya rumput laut ini pada tahun 1973. Mereka mengekspor lebih dari 100 ton berat kering Eucheuma per bulan.
Ricohermoso dan Deveau melaporkan bahwa sekarang terdapat lebih dari 1000 area budidaya Eucheuma di daerahini dan produksinya lebih dari 300 ton perbulan untuk pasar dunia. Sedangkan Doty dan Santos mengatakan tentang studi komparatif secara morfologi dan informasi kimiawi gel pada 14 species Eucheuma.

1.3. Manfaat Karagenan
Karaginan merupakan suatu jenis galaktan yang umum digunakan pada industri makanan, industri minuman, industri kosmetik, tekstil, obat-obatan, dan cat (Aslan, 1998). Pada bidang farmasi, karaginan banyak digunakan sebagai stabilisator, emulsi, suspensi, pembentuk gel dan pengikat tablet. Penggunaan karaginan yang paling luas adalah dalam bidang industri makanan dan minuman, misalnya dalam industri es krim, susu, bir dan makanan kaleng.
Pada industri kosmetik, karaginan digunakan sebagai sediaan krem, master, pasta gigi dan lotion. Pada bidang teknologi digunakan sebagai sediaan kultur bakteri dan sebagai imobilisasi enzim. Di bidang industri kue dan roti, kombinasi garam natrium dengan lambda-Karaginan dapat meningkatkan mutu adonan. Pada jumlah kecil karaginan juga dapat digunakan pada produk makanan lain, misalnya makaroni, jelly, dan sari buah.(Winarno, 1990).
Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.(Winarno 1996).
Karaginan juga berpotensi sebagai antioksidan yang dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan.
Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan).(Anggadireja dkk. 2006).
Pada penelitian Cristiane, dkk (2006) alga merah jenis Gigartina acicularis yang menghasilkan ekstrak lamda karaginan berpotensi sebagai antioksidan. Alga merah jenis Eucheuma cottoni menghasilkan ekstrak kappa karaginan juga berpotensi sebagai antioksidan. Alga merah jenis Eucheuma spinosium menghasilkan ekstrak iota karaginan juga sebagai antioksidan.

1.3.1.      Industri makanan
Dalam bidang industri makanan dan minuman, misalnya dalam industri es krim, susu, bir dan makanan kaleng. Dimanfaatkan untuk pengawet daging untuk industri makanan dan sebagai penstabil minuman coklat dan krim. Di bidang industri kue dan roti, kombinasi garam natrium dengan lambda-Karaginan dapat meningkatkan mutu adonan. Pada jumlah kecil karaginan juga dapat digunakan pada produk makanan lain, misalnya makaroni, jelly, dan sari buah.(Winarno, 1990).

1.3.2.      Industri farmasi
Dalam bidang farmasi sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent. Berfungsi dalam bentuk asam alginate atau garam sodium alginate dan kalsium alginat. Pada bidang farmasi, karaginan banyak digunakan sebagai stabilisator, emulsi, suspensi, pembentuk gel dan pengikat tablet.
Farmasea undip

1.4. Standar menu karagenan

Di Indonesia sampai saat ini belum ada standard mutu karaginan. Standard mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European Economic Community (EEC).

Spesifikasi
FAO
FCC
EEC
Zat volatile (%)
Sulfat (%)
Kadar abu (%)
Viskositas (cP)
Kadar abu tidak larut asam (%)
Logam berat:
Pb (ppm)
As (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Kehilangan karena pengeringan
Maks 12
15-40
15-40
Min 5
Maks 1


Maks 10
Maks 3
-
-
Maks 12
Maks 12
18-40
Maks 35
-
Maks 1


Maks 10
Maks 3
-
-
Maks 12
Maks 12
15-40
15-40
-
Maks 2


Maks 10
Maks 3
Maks 50
Maks 25
-
Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)





BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal            : Senin, 23 Mei 2011
Waktu                      : 13.00 – 18.00 WIB
Tempat                     : Laboratorium Biokimia Ilmu Kelautan Universitas
                                     Diponegoro
3.2. Alat dan Bahan
 Alat :
1.      Timbangan
2.      Gunting/pisau
3.      Pemanas
4.      Wadah/ember
5.      Termometer
Bahan :
1.      Rumput laut (Eucheuma Sp)
2.      KOH
3.      Kaporit
4.      Aquades










3.3. Cara Kerja

















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
·         Data kelompok 1
Tgl 30 mei = 9 gram
Tgl 31 mei = 8,4 gram
Kadar karagenan = 8,4/20 x 100%
                            = 42%
·         Data kelompok 2
Berat akhir = 2,25 gram
Kadar karagenan = 2,25/20 x 100%
                            = 11,25%
·         Data kelompok 3
·         Data kelompok 4
Tgl 30 mei = 4 gram
Tgl 31 mei = 3,63 gram
Kadar karagenan = 3,63/20 x 100%
                            = 18,15%
·         Data kelompok 5
Tgl 30 mei = 4 gram
Tgl 31 mei = 3,45 gram
Kadar karagenan = 3,45/20 x 100%
                            = 17,25%
·         Data kelompok 6
Berat akhir =



4.2. Pembahasan
Sebelum dicuci, rumput laut berwarna cokelat. Setelah rumput laut dicuci dengan air tawar kemudian direndam dengan KOH. Pelarut KOH digunakan karena pelarut KOH dapat menghasilkan karagenan dengan sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan NaOH. Rumput laut yang telah dipucatkan memberikan sifat gel yang lebih rendah dibandingkan rumput laut Kappaphycuss alvarezii segar. Setelah itu dipanaskan, Kemudian dicuci dengan air tawar agar mendapatkan PH netral ( 9 ). Selanjutnya direndam dengan kaporit, sehingga menghasilkan warna putih dengan tekstur lunak.  Sebelum dikeringkan, dicuci kembali dengan air tawar. Dari hasi tersebut didapatkan kadar karagenan Kappaphycuss alvarezii sebesar 17, 25 %. Sedangkan dari kelompok lain yang menggunakan rumput laut Eucheuma spinosum didapatkan kadar karagenan sebesar 42 %, 11,25%, 18,25%. Hasil dari kadar karagenan sangat berberda. Hal ini disebabkan, yaitu pengaruh pengeringan yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kandungan air pada rumput laut. Perbedaan rendemen tersebut juga dapat diakibatkan pada saat proses pembuatan yaitu pada proses pemotongan maupun penyaringan yang kurang maksimal. Akan tetapi jika nilai rendemen dibandingkan dengan bahan baku awal, maka akan terjadi penurunan berat. Hal ini dikarenakan kandungan air yang cukup tinggi pada bahan baku. Selain itu penurunan nilai rendemen juga diakibatkan karena sifat karaginan mudah larut dalam air sehingga mudah terurai membentuk fraksi atau molekul yang lebih sederhana. Rendemen bahan keringdipengaruhi kadar air bahan awal dan akhir yang diinginkan. Dimana semakin tinggi kadar air dalambahan, maka berat akhir yang dihasilkan akan semakin tinggi pula.





BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Rumput laut termasuk salah satu anggota Alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Peranan karagenan terutama sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), gelling agent (pembentuk gel), pengemulsi, dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan oleh industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.

5.2. Saran
Praktikan hendaknya memahami  materi praktikum, sebelum pelaksanaan praktikum.
















BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Anggadireja, J.T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto, Sri Istiani. 2006. Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.

Aslan, L. M., 1998, Budidaya Rumput Laut, Yogyakarta : Kanisius.

Cristiane, M., Marques, C., Maria, C., Roberto, F., Alexandre, H., dan Leite, E.,2006, Antioxidant Activities of Sulfated Polysaccharides From Brown andRed Seaweeds, J Appl Phycol (2007)19:153-160. Diakses pada 14 Agustus 2008.

Doty, M.S., 1987. The Production and Uses of Eucheuma In : Studies of Seven Commercial Seaweeds Resources. Ed. By : MS. Doty, J.F. Caddy and B. Santelices. FAO Fish. Tech. Paper No. 281 Rome. Pp 123 – 161

Glicksman M, 1969, Gum Technology in the Food Industry, New York: Academic Press, p 214- 224

Imeson, A. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Gaithersburg.
Maryland: Aspen Publisher, Inc.

Istini, S. dan Suhaimi., 1998, Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut, Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional.

Taylor. 1987. Marine Alga of Eastern Tropical and Subtropical Coast of America. University Michigan Press XII: 270 hlm.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)

DKP Banten, 2007).

Farmasea undip






LAMPIRAN

      


        











BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Lipid ini sangat besar peranannya bagi kehidupan, mulai dari kehidupan manusia, hewan bahkan tumbuh-tumbuhan. Penjelasan mengenai lipid seperti mengalami benturan, karena kesukaran dalam perumusan struktur. Hal ini disebabkan kemiripan pada senyawa-senyawa yang hampir serupa. Potensi kekayaan alam kelautan Indonesia yang masih belum banyak diketahui oleh manusia. Pada hal ini, minyak yang menjadi salah satu roda perekonomian masyarakat menjadi perhatian dalam pengujian-pengujian keanekaragaman hayati yang berada kelautan.

1.2. Tujuan
·         Menentukan bilangan penyabunan
·         Menentukan bilangan asam minyak/lemak












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.                Tinjauan Pustaka Lemak
2.1. Lipid
2.1.1.      Pengertian

Lipid mengacu pada golongan senyawa hidrokarbon alifatik nonpolar dan hidrofobik. Karena nonpolar, lipid tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti alkohol, eter atau kloroform. Fungsi biologis terpenting lipid di antaranya untuk menyimpan energi, sebagai komponen struktural membran sel, dan sebagai pensinyalan molekul.
Lipid adalah senyawa organik yang diperoleh dari proses dehidrogenasi endotermal rangkaian hidrokarbon. Lipid bersifat amfifilik, artinya lipid mampu membentuk struktur seperti vesikel, liposom, atau membran lain dalam lingkungan basah. Lipid biologis seluruhnya atau sebagiannya berasal dari dua jenis subsatuan atau blok bangunan biokimia gugus ketoasil dan gugus isoprena. Dengan menggunakan pendekatan ini, lipid dapat dibagi ke dalam delapan kategori asil lemak, gliserolipid, gliserofosfolipid, sfingolipid, sakarolipid, dan poliketida (diturunkan dari kondensasi subsatuan ketoasil) serta lipid sterol dan lipid prenol (diturunkan dari kondensasi subsatuan isoprena).(Fahy E, Subramaniam S, Brown HA, et al.2005).

2.1.2.      Perbedaan dengan lemak

Kata lipid sering disamakan dengan lemak, tetapi sebenarnya lemak adalah bagian dari lipid yaitu merupakan golongan trigliserida.Struktur kimia untuk trimyristin, sejenis triglyceride.
Dimana CH2 – O – CO adalah gugus gliserol dan R1, R2, dan R3 adalah gugus asam lemak. Asam lemak yang terikat biasanya dalam bentuk dan strutur yang berbeda-beda.
Lipid biasanya diklasifikasikan berdasarkan jenis dan jumlah atom C yang dikandungnya, tetapi dapat juga diklasifikasikan dengan kriteria lain atau terikatnya senyawa lain misalnya lipid yang mengikat gugus pospor disebut phospilipid. Beberapa golongan lipid:
a. Gliserida dan asam lemak, termasuk didalamnya minyak dan lemak,
b. Phospolipid,
c. Spingolipid,
d. Glikolipid, dan
e. Terpenoid, termasuk didalamnya getah steroid.
Salah satu jenis lipid adalah lemak yang terdiri dari asam-asam lemak. Asam lemak adalah salah satu bahan baku untuk semua lipid pada makhluk hidup. Asam lemak dapat ditemukan dalam bentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun dalam bentuk gliserida.
Asam lemak memiliki rantai panjang atom C, yang biasanya jumlahnya berkisar antara 14 – 24 atom karbon. Semakin panjang rantai atom C, lipid akan semakin mudah membeku dan semakin sukar larut dalam air.
Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal diantara atom C penyusunnya. Sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki paling sedikit 1 ikatan ganda diantara atom C penyusunnya.
Asam lemak jenuh lebih stabil dibandingkan asam lemak tidak jenuh. Hal ini dikarenakan asam lemak jenuh tidak mudah bereaksi dengan senyawa lain sedangkan asam lemak tidak jenuh lebih mudah bereaksi karena ikatan gandanya dapat terlepas dan mengikat senyawa lain. Posisi ikatan ganda juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan ujung, ikatan ganda semakin mudah bereaksi.
Keberadaan ikatan ganda pada lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua bentuk yaitu cis dan trans. Akibat polarisasai atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Sedangkan asam lemak trans tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan rantainya relatif lurus karena letak H-nya berseberangan.
(Vance JE, Vance DE, 2002)

2.1.3.      Struktur Kimia
1.      Lipid-fat/minyak

Disebut trigliserida = triasil gliserol = ester asam lemak atau lemak netral ("true fat"). Merupakan ester gliserol dengan 3 asam lemak berbeda (R, R', R"). Jika ketiga asam lemaknya sama (R=R'=R") disebut lipid sederhana (R = asam palmitat "tripalmitoil gliserol = tripalmitin", R = asam stearat "tristeroil gliserol = tristearin") jika asam lemaknya tidak sama disebut lipid majemuk. Asam lemak yang terikat pada gliserol dapat dihidrolisis secara enzimatik (lipase) atau dengan basa panas (saponifikasi)-gliserol dan garam asam lemak(sabun).



2.      Gliserofosfolipid atau gliserol fosfatida
Struktur umum dari lipid majemuk (1,2-diasil gliserol)
memiliki gugus fosfat yang teresterifikasi pada C nomor 3 dari gliserol.
contohnya: fofatidil kolin (lisitin), spingomielin.
(H. Alex Brown, 2007)

2.1.4.      Biosintesa lipid

Bertahun-tahun, sintesis lemak dan minyak lemak oleh onganisme hidup dipercaya dipengaruhi secara sederhana oleh reaksi balik yang bertanggung jawab pada peruraiannya. Utamanya, hal ini termasuk hidrolisis ester gliserol-asam Iemak (gliserida) oleh enzim lipase dan diikuti penyingkiran dua unit atom karbon sebagai asetil-KoA dan rantai asam lemak oleh ß-oksidasi. Studi biosintesis menunjukkan bahwa pembentukan lipid ini menggunakan jalur kimia yang berbeda. Biosintesis asam lemak berjalan dengan sederet reaksi melibatkan dua komplek enzim plus ATP, NADPH2, Mn++, dan karbon dioksida.
Pertama asetat bereaksi dengan KoA dan asetil-KoA yang terbentuk diubah oleh reaksi dengan karbon dioksida menjadi malonil-KoA. Ini selanjutnya bereaksi dengan asetil-KoA membentuk zantara dengan 5 unit karbon, yang mengalami reduksi dan eliminasi karbon dioksida membentuk butinil-KoA. Senyawa malonil-KoA bereaksi lagi dengan senyawa ini membentuk zantara dengan 7-atom karbon, yang direduksi menjadi kaproil-KoA. Pengulangan reaksi ini akan membentuk asam lemak (fatty acids) yang mempunyai atom karbon genap dalam rantainya. Jadi bagian malonil-KoA, senyawa dengan 3 atom karbon, ternyata merupakan pemasok satuan 2 atom karbon dalam biosintesis asam lemak. Jalur biosintesis asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids), rantai cabang, jumlah atom karbon gasal dalam asam lemak, dan lain-lain modifikasi belum ditegakkan secara rinci.
Bagian molekul (moiety) gliserol yang digunakan dalam biosintesis lipid diturunkan utamanya dari isomer-L dari α-gliserofosfat (L- α-GP). L-α-GP mungkin diturunkan baik dari gliserol bebas maupun zantara glikolisis, dihidroasetonfosfat bereaksi berturut-turut dengan 2 molekul asetil-KoA membentuk pertama asam L-α-flisofosfatidat , kemudian asam L-α-fosfatidat.
Senyawa yang akhir ini diubah menjadi α,ß-digliserida, yang akan baik kembali kedaur asam fosfatidat atau bereaksi dengan asil-KoA dan asam lemak untuk membentuk trigliserida. Mengenai biosintesis asam Iemak yang penting dalam farmasi belum diketahui secara rinci. Misalnya ester alkohol tinggi pada malam mungkin terbentuk dari unit asam lemak yang lebih pendek dalam biosintesis yang analog dengan asam lemak. Senyawa hidrokarbon dari lemak terbentuk dari reduksi sekualena atau metabolit yang setara.(Fessenden, 2004).

2.2. Sifat fisika dan kimia
 Sifat fisik :
1.      Titik cair
Titik cair lemak atau minyak sangat bergntung pada asam-asam lemak penyusunnya. Oleh karena itu titik cair minyak/lemak dapaty diperkirkan dari titik cair asam lemak penyusunnya. Titik cair asam lemak berkorelasi dengan struktur, berat molekul dan panjang rantai asam lemak. Korelasi tersebut dapat diringkas sebagai berikut :
a.       Makin panjang rantai karbon makin tinggi titik cairnya.
b.      Titik cair asam lemak berantai ganjil lebih rendah dari pada asam lemak berantai genap dengan satu karbon diatasnya.
c.       Titik cair menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap.
d.      Senakin jauh letak ikatan rangkap dari gugus karboksil semakin rendah titik cairnya.
e.       Asam lemak bentuk trans lebih tinggi titik cairnya debandingkan dengan asam lemak bentuk cis.
f.       Penambahan rantai metil dalam molekul asam lemak menurunkan titik cairnya.
2.      Panas jenis
Panas jenis suatu lemak/minyak meningkat dengan meningkatnya derajat ketidakjenuhan asam lemak.
3. Densitas
4. Titer
Titer merupakan ukuran kekeran lemak dan digunakan untuk membedakan lemak yang tidak dapat dikonsomsi (grease) dengan lemak hewan (tallow). Lemak hewan yang diketahui sumbernya dan mempunyai nilai titer lebih besar atau sama dengan 40 disebut “tallow” sedangkan lemak yang titernya lebih kecil dari 40 disebut “grease”.
5. Cold test
Cold test adalah waktu yang dibutuhkan lemak aatu minyak untuk membentuk kristalisasi. Sehingga hal ini dilakukan untuk menguji ketahanan minyak.
6. Titik lunak
Titik lunak dari suatu lemak atau minyak merupakan kebalikan dari sifat titer.
7. Slipping pint
Slipping point digunakan untuk mengenali minyak alam serta pengaruh adanya komponen lain dalam lemak atau minyak.
8. Titik asap, titik nyala dan titik api
Titik asap, titik nyala dan titik api merupakan parameter untuk menguji minyak atau lemak yang digunakan menggoreng. Makin tinggi nailai titik asap, titik nyala dan titik api minyak/lemak makin baik kualitasnya. Titik asap adalah suhu terendah saat produk terdekomposisi minyak/lemak berupa asap mulai terlihat. Titik nyala adalah suhu saat campuran uap
9. Warna, rasa, bau
Warna minyak atau lemak disebabkan oleh adanya zat yang terkontaminasi yang merupakanzat alam berupa karotenoid.
10. Kelarutan, larut dalam pelarut non-polar
Bau dan cita rasa pada minyak terdapat secara alami atau disebabkan oleh terbentuknya asam-asam berantai pendek hasil penguraian minyak/lemak. Timbulnya bau tengik disebakan oleh adanya senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kerusakan oksidasi minyak, sedangkan bau amis pada bahan pangan berlemak disebabakan oleh adanya interaksi antara trimetil amin oksida dengan asam lemak tidak jenuh pada posisi ikatan rangkapnya. Dapat dikatakan bahwa sifat-sifat fisik dari lemak ini semuanya dipengaruhi oleh struktur kimia dari lemak itu sendiri.
(Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007)

Sifat Kimia :
Sifat kimia minyak/lemak merupakan sifat yang dimilki oleh komponen kimia minyak/lemak untuk berubah secara kimia, seperti bereaksi dengan zat lain,terdegradasi dan teroksidasi dengan panas, serta pembaentukan radikal oleh energi matahari.
1.      Esterifikasi
Esterifikasi adalah suatu reaksi ioni, yang mana gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi.
2.      Hidrolisis
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebasdan gliserol. Reaksi ini mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Hal ini disebabkan adanya sejumlah air dalam lemak atau minyak tersebut. Proses ini berjalan menggunakan asam, basa atau enzim tertentu.


3.      Penyabunan
Sabun adalah merupakan logam alkali (biasanya gram natrium) dari asam-asamlemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18 namun dapat juga mengandung bebrapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah.
4.      Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak atau minyak. Pada asam lemak jenuh proses hidrogenasi ini berpean dalam memutus ikatan rangkap.
5.      Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik.
(Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007)

2.3. Klasifikasi lipid
Menurut sifat kimia (berdasarkan atas reaksinya dengan basa kuat)

1. Lipid tersabunkan (hidrolisis dengan basa)(latin: sapo, soap=sabun=garam asam lemak). Contohnya adalah TAG (triasil gliserol) dan fosfolipid.
2 Lipid tak tersabunkan. contohnya: sterol (kolesterol), vitamin yang larut dalam lemak.
Menurut Bloor
4.   Lipid Sederhana
a.    Trigliserida
Trigliserida (atau lebih tepatnya triasilgliserol atau triasilgliserida) adalah sebuah gliserida, yaitu ester dari gliserol dan tiga asam lemak. (Suharsono Martoharsono, 1984).
b.      Lilin
Lilin adalah senyawa yang terbentuk dari ester asam lemak dengan alkohol bukan gliserol. Pada umumnya asam lemaknya adalah palmitat dan alkoholnya mempunyai atom C sebanyak 26-34. contohnya adalah mirisil palmitat.(Suharsono Martoharsono, 1984).
Pada umunya malam merupakan ester asam lemah dengan alkohol allifatik bermolekul besar, dan asamnya mempunyai jumlah karbon berkisar antara C25 sampai C35.
Jika melihat definisi ini maka dapat dikatakan bahwa proses terjadinya lilin adalah merupakan suatu proses esterifikasi antara asam lemak dan alkohol berantai panjang.(Purwo Arbianto, 1994).
5.      Lipid Kompleks
Lipid kompleks adalah kombinasi antara lipid dengan molekul lain. Jika melihat definisi ini maka lipid kompleks dapat dikelompokan menjadi:
a.       Fosfolid
Fosfolipid adalah lipid yang mengandung gugus ester fosfat
b.      Glikolipid
Glikolipid ialah molekul molekul lipid yang mengandung karbohidrat, biasanya pula sederhana seperti galaktosa atau glukosa. Akan tetapi istilah istilah glikolipid biasanya dipakai untuk lipid yang mengandung satuan gula tetapi tidak mengandung fosfor. Glikolipid dapat diturunkan dari gliserol atau pingosine dan sering dimakan gliserida atau sebagai spingolipida.
c.       Lipoprotein
Lipoprotein bertugas mengangkut lemak dari tempat pembentukannya menuju tempat penggunaannya. Ada beberapa jenis lipoprotein, antara lain:
·         Kilomikron
·         VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
·         IDL(Intermediate Density Lipoprotein)
·         LDL (Low Density Lipoprotein)
·         HDL(High Density Lipoprotein)
Tubuh mengatur kadar lipoprotein melalui beberapa cara:
·         Mengurangi pembentukan lipoprotein dan mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk ke dalam darah.
·         Meningkatkan atau menurunkan kecepatan pembuangan lipoprotein dari dalam darah.
(Fessenden, 2004)
6.      Turunan Lipid (Derivat Lipid)
Derivat lipid adalah semua senyawa yang dihasilkan pada hidrolisis lipid sederhana dan lipid majemuk yang masih mempunyai sifat-sifat seperti lemak. Sehingga derivat lipid dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Asam lemak
Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6). Asam lemak merupakan asam monokarboksilat rantai panjang. Adapun rumus umum dari asam lemak adalah:
CH3(CH2)nCOOH atau CnH2n+1-COOH
Jumlah
atom
karbon
Nama

Rumus umum
Trivial
Sistematik
2
Asam asetat
Asam binoat
CH3(CH2)COOH
4
Asam butirat
Asam tetranoat
CH3(CH2)2COOH
6
Asam kaproat
Asam hekdanoat
CH3(CH2)4COOH
8
Asam kaprilat
Asam oktanoat
CH3(CH2)6COOH
10
Asam kaprat
Asam dekanoat
CH3(CH2)8COOH
12
Asam laurat
Asam dodekanoat
CH3(CH2)10COOH
14
Asam miristat
Asam tetradekanoat
CH3(CH2)12COOH
16
Asam palmitat
Asam heksadekanoat
CH3(CH2)14COOH
18
Asam stearat
Asam oktadekanoat
CH3(CH2)16COOH
20
Asam arakidat
Asam eiokosnoat
CH3(CH2)18COOH